Seorang ahli perubahan bernama Rosabeth Moss Kanter
mengatakan, bahwa untuk memahami sabab-sebab perubahan seringkali terdistorsi,
maka untuk memahami itu maka perlu mengetahui beberapa hal penting tentang
arsitektur perubahan itu sendiri, dan salah satunya adalah bersumber dari analisis
historis.
Fungsi dari tela’ah sejarah kekerabatan masyarakat
Bugis dan Melayu pada masa lalu, menuntut adanya kesadaran akan landasan yang
diharapkan terjadinya kekerabatan yang kuat dan menyeluruh dari semua elemen
masyarakat yang ada dalam menopang pembangunan dan kondusifitas daerah.
I.
Hubungan
Historis Masyarakat Bugis dan Melayu
Dalam
buku “Tau Ogi’e” yang diterbitkan oleh Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan
(KKSS) Provinsi Riau dan beberapa sumber lainnya, disebutkan bahwa kekerabatan masyarakat
Bugis dan Melayu diawali pada abad XV, yang ditandai kedatangan masyarakat
Melayu ke Sulawesi Selatan baik sebagai pedagang, sastrawan bahkan ulama. Pada
masa ini Sulawesi Selatan mulai mengalami kejayaan ekonomi dengan terbukanya
akses transportasi umum dan perdagangan rempah-rempah dari Maluku yang dibawa
oleh masyarakat Melayu.
Dampak
dari kedatangan Masyarakat Melayu di Sulawesi Selatan tidak hanya menyentuh
pergerakan ekonomi tapi juga pada perkembangan Agama Islam di Sulawesi Selatan,
keramahan, kelembutan dan kesopanan masyarakat melayu ketika itu menaruh
simpati salah satu kerajaan di Sulawesi Selatan dengan dibangunkan Mesjid
sebagai tempat ibadah bagi para pendatang khususnya masyarakat melayu yang
umumnya beragama Islam.
Pada
tahun 1718 Masehi, merupakan masa dan cikal bakal lahirNya peran masyarakat
Bugis-Makassar di tanah Melayu, yang ketika itu di Tanah Melayu terjadi
pertentangan antara Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah (Raja Kecil) dengan Sultan
Sulaiman I (Sultan Johor-Riau XIII) dalam memperebutkan tahta Kerajaan Johor-Riau-Lingga.
Ketika itu Sultan Sulaiman mendatangi lima kakak beradik Bugis di Kampong
Kelang, yakni Daeng Manambung, Daeng Marewah, Daeng Cellak dan Daeng Kemasi
untuk membantu merebut kerajaan Johor-Riau-Lingga, kelima kakak beradik Bugis
ini menyambut baik tawaran Sultan Sulaiman I. Maka terjadilah penyerangan pada
basis kekuatan Sultan Abdul Jalil Rahmat
Shah.
BergabungNya
kekuatan Lima kakak beradik Bugis ini dengan kekuatan Sultan Sulaiman I,
berhasil merebut kembali semenanjung kerajaan Johor-Riau-Lingga dalam berbagai
peperangan. Lalu Sultan Sulaiman I membentuk pemerintahan baru di kerajaan Johor-Riau-Lingga.
Sebagai
imbalan atas sumbangsih masyarakat Bugis di kerajaan Johor-Riau-Lingga, Sultan
Sulaiman melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau pertama, dan
sekaligus menikahkan adik perempuan Sultan Sulaiman dengan Daeng Parani dan
adik perempuanNya Tengku Mandak dinikahkan dengan Daeng Cellak. Diantara putra
Daeng Cellak adalah Raja Haji, yang merupakan
kakek dari Raja Ali Haji dari Raja Ahmad dan Encik Hamidah.
Adanya
timbal balik kedatangan masyarakat Melayu ke Sulawesi Selatan dan Masyarakat
Bugis ke semenanjung Melayu sekaligus membuka akses perdagangan masyarakat
Bugis di jalur perdagangan Internasional yakni Selat Malaka, dan adanya bukti-bukti
sejarah yang disebutkan diatas, bahwasanya kultur masyarakat Bugis dan Melayu
diaplikasikan dengan menghargai kemajemukan dan kebhinekaan dan terus terbina sampai
saat ini. Kerukunan dan kekerabatan itu dapat dilihat dari tersebarnya
masyarakat Bugis yang turun tumurun di semenanjung melayu, seperti di Malaysia
dan Singapura, dan di Provinsi Kepulauan Riau tersebar kesemua semananjung
Provinsi Kepulauan Riau (Batam, Tanjung Pinang, Karimun, Bintan, Lingga,
Natuna, Tanjung Batu, dan sebagaiNya).
Masyarakat
Bugis di tanah melayu khususnya di Kepri, dulu umumNya identik dengan kehidupan
dekat laut atau pesisir pantai, baik sebagai nelayan maupun jasa transportasi,
petani dan pedagang antar daerah. Namun seiring perjalanan waktu, saat ini
masyarakat Bugis sudah banyak dijumpai aktif di pemerintahan dan di legislatif
di Kepri seperti Walikota Batam, mantan Bupati Natuna, dan beberapa diantaranya
duduk sebagai Kepala Dinas dan anggota Legislatif di Kepri, Kabupaten maupun
Kotamadya se-Kepri. Begitupun dapat dilihat juga berkontribusi disektor lainnya
seperti baik di ekonomi (pengusaha), Aktivis hukum maupun pendidikan.
Dinamika
sosial dan perkembangan ekonomi serta terbukanya akses transportasi ke wilayah
Kepri yang didukung oleh dimensi rasional dan terbuka, dewasa ini bentuk
kekerabatan itu tidak hanya terjalin kedua etnis (Bugis dan Melayu), tapi
hampir kesemua etnis yang ada di nusantara, seperti bentuk peleburan sosial yang
terjalin dalam keterikatan pernikahan,bahkan dapat dikatakan hampir semua etnis
di nusantara telah berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang. Dalam fakta
ini, terbinanya kerukunan lintas sektoral dalam bermasyarakat sesungguhnya
dapat menjadi indikator yang mementahkan paradigma istilah putra daerah dalam arti sempit. Karena paradigma yang primordialisme dan istilah putra daerah
dalam arti sempit dapat mengancam
kerukunan dan integritas masyarakat secara luas yang dapat merusak kondisivitas
masyarakat dan daerah itu sendiri.
2. Sistem Sosial Masyarakat Modern
Perkembangan tekhnologi komputer dan informasi
merupakan bagian dari terjadinya keseimbangan sosial yang lebih luas dalam
interaktif sosial, dimana manusia dapat dengan mudah untuk saling berkomunikasi
dan berinteraksi lintas sektoral, tentunya dinamika ini semakin menyadarkan manusia
sebagai makhluk sosial dan rasional. Perkembangan teknologi komputer dan
informasi tidak hanya merubah prilaku dan psikologis sosial tapi juga dapat mengantarkan
manusia pada segmen pasar global dari produk budaya yang ada, dan memungkinkan
menembus pasar dan kemitraan global (internasional).
Dari
sisi lain, pergeseran paradigma dalam sistem sosial akibat perkembangan
teknologi informasi seperti ini, sesungguhnya mengajarkan keterpaduan
masyarakat dan sinerjitas masyarakat untuk saling berhubungan dan saling membutuhkan
dalam arti yang luas. Pandangan dan moderinisasi kehidupan seperti ini juga seiring
dengan falsafah ideologi Pancasila itu sendiri, dimana dibutuhkan pandangan bahwa
manusia dapat disatukan bukan hanya dalam pandangan geografis dan biologis, yaitu manusia yang hanya dipandang
atas dasar kelahiran secara garis lurus (mengikuti orang tua), tetapi dipandang
juga dalam arti yang luas yakni sosial ekonomi dan politik, yakni dimana
manusia dapat mempunyai ikatan emosional dan menjadi bagian dari integral dari
daerah dan nusantara Indonesia, yang saling membutuhkan kekuatan satu sama lain
baik secara ekonomi, maupun politik dan sosial.
Budaya dan leluhur masyarakat melayu telah
membuktikan sebagai suatu sistem sosial budaya yang kuat, namun fleksibel untuk
berinterkatif, interpendensif dan berintegrasif dalam cakupan sistem sosial dan
kultur yang lebih luas tanpa menghilangkan kekhasan, dan prinsip-prinsip
kebudayaannya, serta memahami
pentingnya membangun suatu sistem sosial kemasyarakatan yang kondusif dalam kebhinekaan
dan kemajemukan untuk kepentingan yang lebih luas dan mulia.
Provinsi
Kepulauan Riau yakni khususnya Batam dan Tanjung Pinang keberagaman dan koloborasi
kultur sesungguhnnya menjadi aset, seperti munculnya batik kepri yang merupakan
kolaborasi budaya masyarakat Jawa dan Kepri. Artinya keberagaman etnis dan
budaya di Batam dan Tanjung Pinang sudah menjadi bagian dari komposisi
masyarakat Kepri. Mungkin saatnya Pemerintah Daerah berpikir membangun Taman
Budaya, disamping merupakan perwujudan pelestarian budaya juga bernilai ekonomi
disektor kepariwisataan serta dapat membuka potensi baru disektor ekonomi
kerakyatan.
Dari
fakta sejarah membuktikan bahwa di Sulawesi Selatan pernah mengalami kejayaan
karena keterbukaan sosial masyarakatnya atas kedatangan masyarakat melayu yang
membuka akses transportasi dan perdagangan, dan disemenanjung Melayu pernah
mengalami kejayaan ekonomi dan politik juga karena terjadinya keterpaduan
antara masyarakat Bugis dan Melayu, artinya faktor sistem sosial yang kondusif
dan sektor perdagangan menjadi primadona bagi daerah ini sejak jaman dahulu.
http://www.batampos.co.id/index.php/2011/10/04/membangun-kepri-lewat-pendekatan-historis/
http://www.batampos.co.id/index.php/2011/10/04/membangun-kepri-lewat-pendekatan-historis/